“Slurrrpp…”
Begitulah kira-kira suara ketika kita menyedot Tutut dengan mulut. Cara memakan makanan yang satu ini terbilang asyik dan unik, ditambah rasanya yang sedap dan gurih membuat semua yang pernah merasakannya menjadi ketagihan.
Beberapa hari yang lalu saya iseng jalan-jalan ke belakang rumah yang merupakan areal persawahan, sambil menyusuri jalan setapak diantara tanah berlumpur yang sedang ditanami padi, saya tertarik dengan makhluk kecil yang bergerak lamban, mereka hidup bergerombol di lumpur dengan air jernih yang dangkal. Sayapun segera mengambilnya untuk dijadikan santapan yang membuat saya teringat waktu kecil.
Beberapa hari yang lalu saya iseng jalan-jalan ke belakang rumah yang merupakan areal persawahan, sambil menyusuri jalan setapak diantara tanah berlumpur yang sedang ditanami padi, saya tertarik dengan makhluk kecil yang bergerak lamban, mereka hidup bergerombol di lumpur dengan air jernih yang dangkal. Sayapun segera mengambilnya untuk dijadikan santapan yang membuat saya teringat waktu kecil.
Hidangan keong tutut |
Sebelum diulas jadi bahan santapan yang sangat nikmat, kita berkenalan dulu dengan Tutut.
Tutut atau Keong Sawah (Pila ampullacea) adalah sejenis siput air yang sangat mudah dijumpai di perairan tawar Asia, seperti di sawah, aliran parit, serta danau. Hewan air ini dikenal pula sebagai Keong Gondang, Siput Sawah, Siput Air tetapi kebanyakan orang, khususnya orang Sunda lebih mengenal Keong Sawah ini dengan sebutan Tutut. Seperti anggota Ampullariidae lainnya, Tutut juga memiliki Operculum (semacam penutup/pelindung tubuhnya yang lunak ketika menyembunyikan diri di dalam cangkangnya).
Hewan ini banyak dikonsumsi secara luas di berbagai wilayah Asia Tenggara. Selain rasanya yang enak dan gurih, Tutut atau Keong Sawah juga mengandung protein yang cukup tinggi tetapi kadar lemak atau kolesterolnya tergolong rendah. Terang saja karena Tutut terdiri dari 15% protein, 2,4% lemak, dan sekitar 80% air. Selain itu, 75 persen lemak di tubuh Tutut adalah Unsaturated Fatty Acids atau lemak yang baik dan dibutuhkan tubuh. Karena tingginya kandungan gizi di dalamnya, Tutut ini bisa menjadi alternatif sumber protein hewani pengganti daging dan sebagai alternatif makanan tinggi protein yang rendah lemak.
Karena kandungan gizi Tutut terbilang tinggi, konon menurut banyak orang Tutut juga bisa dijadikan obat untuk penyakit liver/kuning, penyakit maag dan sebagai penambah nafsu makan. Jadi sangat cocok bagi anak-anak yang susah sekali makan. Gimana, tertarik icip-icip keong yang satu ini? Eits, tapi tunggu dulu.
Meskipun banyak manfaatnya, Tutut juga patut diwaspadai lho, karena Keong Sawah atau Tutut adalah inang dari beberapa penyakit parasit. Karena Tutut diambil dari dekat persawahan maka Tutut juga dapat menyimpan sisa-sisa pestisida di dalam tubuhnya. Tutut juga sering dilaporkan terinfeksi Cacing Trematoda atau biasa disebut Cacing Isap. Tapi tidak usah khawatir, karena Cacing ini akan mati bila dimasak dalam air 600 ml dengan api besar selama 20 menit. Jadi sangat dianjurkan untuk merebus Tutut dengan api besar hingga mendidih (bukan hanya sekedar hangat) minimal selama 30 menit. Jadi Tutut yang penuh gizi ini tanpa khawatir akan penyakit yang bisa ditimbulkannya.
Tutut biasanya dimasak dengan cara direbus dengan rempah-rempah yang sedikit pedas. Sebelum dimasak cangkang Tutut dipotong sedikit pada bagian ujung kerucut spiralnya, ini dilakukan agar memudahkan kita saat menyedot dagingnya. Dengan cara menyedot, daging Tutut bisa keluar dan langsung masuk ke mulut. Lebih baik jika Tutut direndam dulu satu malam supaya bersih sebelum dimasak dan juga agar lumpur-lumpur tanahnya bisa keluar dari dalam cangkangnya.
Secara rasa daging Tutut tidak beda jauh dengan daging kerang, hanya daging Tutut lebih kenyal sedikit. Dari segi ekonomis, harga Tutut juga lebih murah dari kerang, daging sapi atau ayam. Tapi kandungan gizi dan manfaatnya tidak bisa dipandang sebelah mata. Ada yang lebih bagus? Yang lebih mahal banyak.
Mencongkel daging tutut dengan tusuk gigi |
Menikmati Tutut tak bisa lepas dari cara memakannya, yaitu disedot dengan mulut. Cara inilah yang bisa membuat saya sempat bernostalgia ketika menikmati Tutut. Enggak afdol memang jika memakan Tutut bibir kita enggak sambil monyong-monyong, hehe... Tapi bagi kalian yang sedikit Jaim (jaga image), bisa mencongkelnya dengan menggunakan tsukigi eh... tusuk gigi maksudnya tanpa melewatkan nikmatnya Tutut ini. Slruuup… Nikmaaat!
Daging keong tutut setelah dicongkel tusuk gigi |
Daging keong tutut sebagai lauk dengan nasi |
Ada yang pernah nyicipin daging si kecil hitam lambat ini? Atau tertarik ingin memasaknya sendiri? Kalau gak mau repot bisa nyari penjualnya di pinggir jalan, tapi ya emang langka. Hehehe...